Masih Adakah Ruang untuk Diriku Sendiri?

Source: https://id.pinterest.com/pin/31243791143428473/

Aku percaya, setiap perempuan punya masanya. Mungkin, ada masa di mana kita bertanya: masih adakah ruang untuk diriku sendiri, di tengah semua peran yang kutanggung saat ini?

Pertanyaan ini mungkin terdengar sederhana. Tapi ketika kamu bangun pagi dengan pikiran penuh daftar tugas, dari urusan rumah sampai deadline pekerjaan, dari urusan anak sampai kebutuhan pasangan, rasanya sulit sekali menemukan waktu untuk bertanya: apa kabar, diriku?

Banyak dari kita, perempuan, menjalani hidup seperti default setting. Setelah menjadi seorang istri, menjadi ibu, atau bahkan dalam dunia kerja yang kompetitif, kita terbiasa mengedepankan orang lain. Kita hebat dalam multitasking, piawai dalam menyusun prioritas. Tapi sering kali, prioritas itu tidak pernah menyebutkan satu nama: diri sendiri.

Aku sempat berada di titik itu. Lelah tapi nggak tahu kenapa. Merasa kurang tapi bingung apa yang dicari. Sampai akhirnya, dalam sebuah sesi intensive class bertema Personality Development bersama Mba Ani Berta dan MOM Academy, yang jujur saja terasa seperti pelukan hangat.

Aku belajar ulang tentang value, potensi, dan pentingnya mengenali diri. Bukan untuk menonjolkan ego, atau ajang pamer, tapi agar kita bisa hadir lebih penuh dan memberi lebih banyak.

 

Value Diri: Fondasi yang Nggak Boleh Terlupa

Value bukan cuma slogan motivasi. Value adalah fondasi. Ia menjadi kompas ketika kita kehilangan arah. Ia menjadi filter saat kita harus memilih.

Semua orang punya value. Sesuatu yang kita yakini dan pegang erat, hal-hal yang menunjukkan siapa diri kita yang sebenarnya. Contoh kecilnya: kamu yang selalu datang tepat waktu berarti punya respect tinggi terhadap waktu dan orang lain. Atau kamu yang suka berbagi ilmu ke komunitas tanpa memikirkan rate card, itu bentuk dari social value yang kuat.

Di kelas itu, aku dikenalkan pada 4 (empat) pilar value yang bisa kita refleksikan:

1. Skills: Apa yang kamu bisa

2. Education: Apa yang kamu pelajari

3. Growth Mindset: Dorongan untuk berkembang

4. Self-Development: Investasi ke diri sendiri

Keempat pilar ini saling melengkapi. Kita bisa punya skill, tapi tanpa growth mindset, kita cepat puas. Kita bisa punya pendidikan tinggi, tapi tanpa self-development, ilmu itu mandek. Value harus dipelihara. Karena value yang kita miliki, saat dibagikan, bisa jadi energi tumbuh bagi orang lain.

Aku belajar bahwa sharing is the soul of growth. Ilmu, pengalaman, bahkan kesalahan kita, bisa jadi jalan belajar untuk orang lain. Dan itu adalah bentuk kontribusi.

 

Jadi Partner, Bukan Pelengkap

Dalam banyak narasi kehidupan, perempuan sering diletakkan sebagai bayangan pasangan kita. Namun sebenarnya, kita bukan pelengkap. Kita partner.

Materi Kelas Personal Development by Ani Berta

Dalam piramida multiperan seorang perempuan, keluarga memang punya porsi besar. Lalu mendukung pasangan, dan kemudian aktualisasi diri. Tapi bukan berarti kita harus memilih satu dan mengabaikan yang lain.

Peran sebagai istri bukan berarti berada di belakang. Kita bukan supporting act dalam panggung hidup pasangan. Kita berdampingan. Saling mendukung, saling belajar, saling tumbuh.

Justru, ketika seorang perempuan bisa mengaktualisasikan dirinya dengan sehat, entah lewat karya, komunitas, bisnis, atau kontribusi sosial, ia membawa harmoni ke dalam keluarganya. Ia hadir lebih utuh, lebih bahagia.

Aktualisasi diri bukan ambisi egois. Justru dari sanalah muncul manfaat yang nyata:

  • Bisa berkarya dan punya karya nyata
  • Bisa membantu ekonomi keluarga
  • Bisa membanggakan diri sendiri, pasangan, dan lingkungan
  • Dan yang paling penting: tidak disepelekan

Saat kita menghargai diri sendiri, dunia ikut belajar menghargai kita. Memanusiakan diri sendiri adalah langkah pertama menuju relasi yang sehat, baik dengan pasangan, anak, maupun lingkungan.

 

SWOT dan Peta Diri: Jalan Pulang yang Personal

Pernahkah kamu membuat SWOT pribadi? Di luar konteks bisnis atau kerja?


Materi Kelas Personal Development by Ani Berta

SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) adalah alat refleksi sederhana yang sangat personal. Lewat SWOT, kita bisa melihat diri dengan jujur. Apa kekuatan yang kita punya? Apa kelemahan yang perlu kita terima? Peluang apa yang mungkin belum kita lihat? Ancaman apa yang sedang mengintai tanpa kita sadari?

Yang menarik, SWOT bukan alat untuk membandingkan. Tapi alat untuk memahami. Strength dan Weakness bukan tentang siapa paling hebat, tapi siapa paling sadar dan mengenali dirinya. Saat kita sadar, kita bisa bergerak lebih strategis, tanpa kehilangan sisi manusiawi kita.

 

Komunitas sebagai Lahan Tumbuh

Di komunitas, kita dapat belajar berbagi peran. Belajar tentang struktur, tentang kolaborasi, tentang nilai yang dijaga bersama. Komunitas bisa jadi ladang aktualisasi, tempat di mana ide bertemu dengan aksi.

Tapi yang paling penting: komunitas mengingatkan kita bahwa kita tidak sendiri. Nggak perlu rebutan spotlight. Karena dalam komunitas, yang penting bukan siapa yang terlihat, tapi seberapa besar dampak yang kita tinggalkan.

 

Literasi Digital: Bukan Hanya Bisa Scroll

Di era digital, literasi bukan soal bisa buka aplikasi atau tahu tren terbaru. Literasi digital adalah keterampilan hidup. Kita harus mampu:

  • Memverifikasi informasi
  • Memahami konteks agar tidak misleading
  • Menahan diri dari menyebarkan hoaks
  • Tahu kapan harus berbagi, kapan lebih baik diam
  • Paham soal keamanan digital
  • Siap beradaptasi dengan teknologi yang terus berkembang

Dunia digital bisa jadi panggung aktualisasi, tapi juga bisa jadi ruang penuh distraksi. Semua tergantung bagaimana kita hadir di dalamnya. Apakah kita datang dengan value yang kuat? Atau terbawa arus algoritma yang membuat kita lupa siapa diri kita?

 

Jadi Versi Terbaik dari Diri Sendiri, Tapi Nggak Sendiri

Dari situ, aku belajar satu hal penting: aktualisasi diri bukan tentang jadi yang paling hebat. Tapi tentang jadi versi terbaik dari dirimu, yang terus belajar, memberi, dan bertumbuh.

Hidup sebagai perempuan, istri, ibu, atau bagian dari komunitas, bukan tentang memilih satu dan meninggalkan yang lain. Tapi tentang merangkai semuanya menjadi harmoni.

Karena ketika kamu bertumbuh, orang-orang di sekitarmu ikut bertumbuh. Anak-anak belajar dari keteladananmu. Pasangan ikut termotivasi oleh semangatmu. Komunitas tumbuh dari kontribusimu.

Di situlah, value dirimu bekerja paling dalam, bukan untuk menunjuk ke diri sendiri, tapi untuk membuka jalan bagi banyak orang.

 

Comments