Forgiveness Therapy: Ruang Aman untuk Pulih dari Luka


Forgive (Source: https://id.pinterest.com/pin/146578162841775416/)

Kita sering diajarin untuk sabar, kuat, dan terus jalan. Tapi nggak banyak yang bilang, luka yang dipendam bisa bikin kita berhenti merasa hidup. Pernahkah kamu bertanya ke diri sendiri:

“Apa aku benar-benar sudah sembuh? Atau cuma pandai menutupinya?”

Banyak orang nggak sadar kalau mereka menyimpan luka batin yang nggak kelihatan. Luka yang datang dari kata-kata, perlakuan, kehilangan, pengkhianatan, atau bahkan penyesalan pada diri sendiri. Luka yang memengaruhi cara kita tersenyum, cara kita berhubungan dengan orang lain, bahkan cara kita melihat dunia.

Masalahnya, luka yang nggak pernah diproses itu bisa terasa seperti racun. Dari luar, hidup mungkin terlihat baik-baik saja, tapi di dalam, ada bagian yang berat, menahan langkah, dan bikin bahagia terasa jauh.


Luka yang Diam-diam Menggerogoti

Nggak sedikit orang berpikir, “ah, nanti juga hilang sendiri,” atau “asal aku sibuk, semua rasa sakit ini bakal lenyap.” Tapi nyatanya, luka yang dipendam nggak benar-benar pergi. Tubuh dan pikiran kita tetap menyimpannya.

Di Workshop Forgiveness Therapy yang aku ikuti, fasilitator menjelaskan sebuah fakta yang bikin aku termenung:

80–90% penyakit fisik bersumber dari masalah psikis.

6 dari 10 kasus kanker berawal dari luka batin yang nggak pernah diproses.

Ternyata, ketika kita menolak mengakui rasa sakit itu, tubuh kita yang memikulnya. Di dada, di tenggorokan, di perut, di cara kita bernapas. Luka batin bukan cuma tentang hati yang perih, tapi juga tubuh yang pelan-pelan ikut tersakiti.


Langkah Awal: Menemukan Ruang yang Aman

Dari rasa lelah menyimpan semua itu, aku akhirnya memutuskan untuk ikut Workshop Forgiveness Therapy dari Dandiah Care. Jujur, awalnya aku nggak tahu apa yang bakal aku dapat. Tapi ruang itu terasa berbeda: hangat, aman, dan nggak menggurui.

Sejak sesi pembuka, kami diajak untuk refleksi. Bukan cuma disuruh diam atau merenung, tapi benar-benar menyelami diri lewat pertanyaan yang sederhana namun dalam:

  1. Pernah nggak, kamu disakiti tapi nggak bisa bilang apa-apa?
  2. Pernah nggak, kamu merasa sesak tiap mengingat seseorang?
  3. Pernah nggak, kamu nyalahin diri sendiri atas luka yang dibuat orang lain?
Sesi Workshop Forgiveness Therapy (Dok. Pribadi)

Setiap “iya” membuat kami maju selangkah ke depan. Di momen itu, aku sadar, aku nggak sendirian. Ada banyak orang membawa luka mereka masing-masing, dan semuanya datang dengan satu tujuan: ingin sembuh.

Lebih dari Bicara Tentang Maaf

Yang aku suka dari workshop ini, pemaafan nggak dibahas hanya sebagai teori. Kami diajak memahami bahwa memaafkan bukan berarti melupakan kejadian, membenarkan perilaku toxic, atau kembali ke hubungan yang menyakiti. Bukan juga pura-pura ikhlas padahal hati masih luka.

Sebaliknya, memaafkan adalah keputusan sadar untuk melepaskan dendam, rasa bersalah, dan amarah. Bukan karena kita setuju dengan yang terjadi, tapi karena kita layak hidup lebih tenang, secara emosional, mental, bahkan fisik.

Dan proses itu nggak instan. Di sini, kami belajar 4 (empat) tahap pemaafan yang terasa seperti peta kecil untuk perjalanan panjang ini:

  • Uncovering: Berani melihat dan mengakui luka yang ada.
  • Decision: Membuat keputusan sadar untuk memaafkan.
  • Work: Menjalani langkah-langkah nyata: journaling, afirmasi, terapi, latihan pernapasan.
  • Deepening: Menemukan makna dan hikmah dari luka, sampai bisa berdamai dengan masa lalu.

Fasilitator mengingatkan: “Kekuatan bukan berarti diam saat disakiti. Kekuatan adalah berani merespon rasa sakit dengan sadar.”


Kenapa Aku Merasa di Tangan yang Tepat

Yang bikin pengalaman ini begitu berkesan adalah profesionalitas fasilitator dan pendekatannya yang holistik. Nggak cuma membahas luka dari sisi psikologis, tapi juga dari sisi spiritual, emosional, dan fisik.


Kami bukan hanya diajak mendengar materi, tapi juga benar-benar praktik:

Journaling untuk menulis dan melepaskan emosi yang menumpuk,

Tapping (akupresur ringan) untuk membantu tubuh melepas trauma yang tersimpan,

Latihan pernapasan, afirmasi, dan sesi refleksi yang terarah,

Plus, workbook khusus yang bisa jadi panduan supaya perjalanan ini berlanjut setelah workshop selesai.


Di titik itu, aku merasa: aku benar-benar berada di ruang yang tepat. Tempat di mana aku bisa memproses rasa sakit tanpa merasa dihakimi, dan belajar cara sembuh dengan bimbingan yang aman dan profesional.


Journaling, Tapping, dan Saat Tubuh Bicara

Selain refleksi, salah satu bagian yang paling berkesan adalah sesi tapping. Awalnya aku skeptis, tapi saat proses itu berlangsung, tubuhku bereaksi. Dada terasa ringan, dan tanpa sadar air mata mengalir. Bukan karena dipaksa menangis, tapi karena akhirnya ada ruang untuk melepaskan.

Journaling juga menjadi momen penting. Menuliskan hal-hal yang selama ini menekan hati, meski tidak ada yang membaca, rasanya seperti membuka katup kecil di dalam dada. Perlahan, beban itu berkurang.


Rasa Damai yang Lama Hilang

Selesai workshop, aku duduk sebentar di ruangan yang mulai sepi. Rasanya, berbeda. Ada ruang kosong di dada, tapi bukan karena kehilangan. Lebih seperti beban yang tadinya mengikat akhirnya dilepaskan.

Aku nggak akan bilang semua luka langsung sembuh dalam sehari. Tapi dari workshop ini, aku pulang dengan kunci. Kunci untuk membuka pintu-pintu di dalam diri yang selama ini kututup rapat.


Untuk Kamu yang Membutuhkan Ini

Proses ini bukan tentang mencari siapa yang paling banyak disakiti atau siapa yang paling kuat bertahan. Tapi tentang siapa yang cukup berani untuk bilang, “Aku belum selesai. Aku ingin sembuh.”

Source: Instagram/dandiahconsultant

Kalau kamu merasa waktunya sudah tiba, kamu nggak harus jalan sendiri. Dandiah Care punya workshop dan program pemulihan yang bisa jadi ruang aman buatmu. Dengan fasilitator berpengalaman, pendekatan menyeluruh, dan metode yang membantumu benar-benar melepaskan, tempat ini bisa jadi awal perjalanan baru yang kamu butuhkan.

Source: Dok. Pribadi

Kamu bisa cari tahu lebih lanjut tentang program-program Dandiah Care di sini.

Karena keberanian kadang nggak selalu besar. Kadang, bentuknya cuma satu langkah kecil: memilih hadir. Dan langkah kecil itu bisa jadi awal dari rasa damai yang sudah lama kamu cari.

Kamu layak sembuh. Kamu layak merasa tenang.

 

Comments

  1. Sebuah tulisan yang ringan tapi berbobot. Membahas forgiveness therapy dengan lugas tanpa terkesan menggurui. Bahasanya santai, tapi poinnya jelas: melepaskan itu perlu, tapi prosesnya nggak selalu instan. Sebuah pengingat bahwa healing is a work in progress. Great work my Soleil

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank you for your kind words, dear La Lune. Seneng banget kalau tulisan ini bisa nyampein pesannya tanpa terasa berat. Proses healing memang nggak selalu lurus, tapi selalu ada jalan.

      Delete
  2. Ngena dan bikin merenung banget kak tulisannya 💕
    Tentang cara memaafkan dengan benar, fakta dan data terkait permasalahan penyakit banyaknya di sebabkan sama beban emosional yang terpendam lama, menginfeksi banyak organ lainnya.

    Sangat penting sekali buat bisa memaafkan, berdamai dan semoga bisa merasakan kembali bahagia seutuhnya 🥰 Pelikk virtual untuk semua yang sedang berjuang memaafkan. Semoga dilancarkan dan dimudahkan 😇

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih banyak, Lala 🥹💕 Seneng banget kalau tulisannya bisa jadi pengingat buat kita semua. Memang ya, beban emosional bisa berdampak ke banyak hal di tubuh dan hidup kita. Semoga kita semua yang lagi berproses bisa pelan-pelan berdamai, memaafkan, dan nemuin rasa bahagia yang utuh lagi. Peluk balik yang hangat buat kamu juga 🤗

      Delete

Post a Comment