![]() |
Source: https://id.pinterest.com/pin/522347256801967881/ |
Disclaimer:
Tulisan ini mungkin mengandung spoiler, jadi kalau belum siap tahu detailnya, better nonton dulu baru balik lagi baca, ya!
Awalnya aku sempat ragu untuk nonton serial K-Drama When Life Gives You Tangerines. Banyak yang bilang film ini sedih banget, jadi ya, jujur aja, aku agak males. Soalnya hidup ini aja udah penuh ujian, penuh drama, penuh tangisan, masa nonton film juga harus ditambah-tambahin kesedihan? Nonton film kan kadang karena pengin cari hiburan yang ringan, yang bisa bikin ketawa, bukan malah bikin tambah sedih.
Tapi, satu hal yang bikin aku penasaran adalah dua nama aktor favoritku yang ada di film ini: Park Bo Gum dan Kim Seon Ho. Gimana nggak penasaran coba? Akhirnya aku memutuskan nonton aja deh, toh kalau di tengah jalan nggak suka, tinggal skip aja.
Seperti yang sudah bisa ditebak, untuk orang cengeng yang bahkan bisa nangis nonton film kartun kayak aku, yaudah pasti When Life Gives You Tangerines ini sukses bikin aku nangis tersedu-sedu. Nggak cuma netes air mata, tapi sampe bikin mata bengkak berhari-hari.
Lebih dari Cerita Sedih
Ternyata aku terlalu cepat menilai. Film ini bukan jualan kesedihan. Bukan yang tipenya bikin mellow doang terus nggak jelas tujuannya. Film ini tentang perjuangan, tentang gimana caranya kita tetap bertahan dan tetap berdaya di tengah hidup yang penuh cobaan. Tentang menikmati detik demi detik yang ada, karena waktu nggak bisa diputar ulang.
Aku jadi mikir, memang ada orang-orang yang sekeras apapun usahanya, tetap aja nggak ditakdirkan untuk jadi kaya raya. Tapi itu bukan berarti hidup mereka nggak berarti. Justru kadang di kehidupan yang sederhana itu, banyak banget cinta nyata yang bikin hati tetap hangat sekeras apapun badai yang kita hadapi. Banyak pelajaran yang bisa kita dapat dan itu jauh lebih berharga.
Pelajaran Kehidupan
Ada banyak banget hal yang bisa kita pelajari dari serial ini. Tentang keluarga, pernikahan, juga soal parenting.
Contohnya, betapa pentingnya memilih pasangan hidup. Bukan cuma karena cinta, tapi juga karena saling menghargai, saling memuliakan, dan saling memperjuangkan. Anak itu peniru ulung orang tuanya “children see children do.” Jadi, sikap kita ke pasangan hari ini, bisa banget ditiru anak-anak kita nanti ke pasangannya. Makanya penting banget untuk sadar betapa pentingnya menjaga setiap ucapan dan tindakan kita.
Aku juga terenyuh banget saat ditunjukin sisi lain dari seorang Ibu. Sekuat apapun seorang Ibu terlihat, dia tetap manusia. Dia juga bisa lelah, bisa takut, bisa rapuh, dan tetap butuh pelukan dari Ibunya sendiri.
Yang paling kena di hati: jangan pernah berhenti bermimpi. Nggak ada kata terlambat atau terlalu tua untuk menghidupkan mimpi-mimpi yang sudah lama kita simpan.
Karakter-Karakter yang Nancep di Hati
Yang Gwan-Sik (Park Bo Gum) adalah suami idaman yang mencintai Ae-Sun (IU) dengan cara yang ugal-ugalan tapi konsisten. Hati ini meleleh setiap lihat perjuangannya untuk selalu ada, jadi pelindung nomor satu, walaupun kondisi mereka jauh dari kata nyaman. Dia nggak sempurna, tapi cintanya tulus dan nyata banget.
Ae-Sun sendiri adalah sosok perempuan tangguh yang resiliensinya bikin salut. Dia punya mimpi besar dan nggak mau tunduk sama nasib. Dia terus bergerak, terus cari jalan, terus membuat dirinya berdaya meskipun dunia berkali-kali jatuhin dia.
Kim Seon Ho memerankan Park Chung Seob, seorang seniman dengan karakter unik. Awalnya aku agak bingung dan merasa karakternya agak aneh, tapi makin lama justru terasa hangat. Di eposide-eposide terakhir dia lebih humoris, sering senyum, dan jadi penyegar suasana di tengah konflik-konflik besar yang ada. Meskipun hanya menjadi cameo, tapi dia tetap jadi salah satu karakter yang mencuri perhatian.
Lalu ada Geum Yeong, anak pertama Ae-Sun dan Gwan-Sik. Dari dia, aku jadi sadar seberapa besar pengaruh orang tua terhadap karakter dan masa depan anak. Cara mereka mengasuh, berbicara, dan menghadapi hidup, semuanya direkam dan ditiru anak, secara sadar ataupun nggak sadar.
Dan tentu aja, favoritku yang nggak kalah penting: tiga bibi haenyeo!
Mereka ini para penyelam perempuan dari Jeju yang jadi sosok penguat, sahabat sekaligus pelindung Ae-Sun. Meskipun sering terlihat nyinyir dan ceplas-ceplos, sebenarnya mereka penuh cinta dan solidaritas. Rasanya kayak trio emak-emak kompleks yang tukang gosip tapi juga yang pertama datang kalau ada apa-apa. Mereka bawel, lucu, dan jujur apa adanya, tapi kehadiran mereka bikin suasana kampung jadi hangat. Setiap mereka muncul, rasanya kayak dikasih pelukan dari ibu-ibu tangguh yang udah kenyang makan asam garam kehidupan.
Kehadiran mereka bukan cuma karakter tambahan. Mereka mewakili komunitas perempuan yang saling menguatkan, saling mendukung, dan saling jaga tanpa pamrih. Di balik tawa mereka, tersimpan banyak luka dan cerita panjang. Tapi mereka tetap berdiri tegak, tetap nyemplung ke laut, tetap hidup dengan kepala tegak. Keren banget sih.
Bikin Nangis Tapi Nggak Nyesel
Endingnya bisa dibilang “happy” meskipun bikin mata bengkak berhari-hari. Tapi ini bukan jenis kebahagiaan yang manis dan sempurna. Ini kebahagiaan yang datang setelah banyak luka, setelah banyak kehilangan. Kayak pelangi yang muncul setelah hujan deras.
Setelah nonton ini, aku ngerasa jadi lebih banyak mikir. Tentang siapa yang benar-benar berarti dalam hidupku. Tentang waktu yang nggak bisa diulang. Tentang apa aja yang selama ini aku abaikan, padahal penting.
Kadang yang kita butuhin bukan cerita yang happy ending aja, tapi cerita yang bikin kita ngerasa nggak sendirian dalam kesedihan. Cerita yang bisa jadi pengingat, bahwa hidup memang nggak mudah, tapi kita tetap bisa bertahan, dan tetap bisa bermimpi.
Kalau kamu lagi cari tontonan yang bisa bikin kamu menangis tapi juga merasa hidupmu berarti, When Life Gives You Tangerines ini layak banget buat masuk watchlist. Tapi siapin tisu ya, dan jangan heran kalau kamu jadi kepikiran banyak hal setelah nonton.
Comments
Post a Comment