![]() |
Source: https://id.pinterest.com/pin/407012885049292169/ |
Disney dan Dongeng Bahagia Selamanya
Dulu, waktu masih kecil dan dunia belum sekompleks sekarang, aku mikir hidup ini akan kayak kisah hidup di film Disney Princess. Di mana semua kekacauan akan selesai pas pangeran datang naik kuda putih. Terus, dia ngajak kamu pergi jauh dari semua masalah. Bahagia selamanya. The end.
Tapi ternyata, hidup nggak semagis itu.
Life hits different. Nggak ada soundtrack dramatis yang tiba-tiba muncul waktu kamu lagi breakdown. Nggak ada adegan slow motion pas kamu nangis di kamar mandi kantor. Nggak ada tangan ajaib yang narik kamu dari kasur saat kamu burnout. Dan jelas nggak ada Superman yang terbang sambil bilang, “I got you.”
![]() |
Source: https://id.pinterest.com/pin/326581410487227914/ |
Reality check: kalau kamu nggak nyelametin diri kamu sendiri, ya nggak akan ada yang bisa.
Proses Belajar Jadi Pahlawan Buat Diri Sendiri
Aku ngomong kayak gini bukan karena aku udah sukses, udah fully healed, atau udah jadi perempuan paling kuat sedunia. Jauh banget. Aku masih belajar. Masih sering jatuh juga. Masih suka ngerasa kecil di tengah dunia yang terlalu besar.
Tapi satu hal yang pelan-pelan aku sadari adalah ini: kita, perempuan, nggak bisa terus-terusan nunggu buat diselamatkan. Kita harus berani jadi pahlawan buat diri sendiri.
Kadang aku mikir, kenapa ya dari kecil kita dicekokin cerita yang ending-nya tuh selalu: “Akhirnya dia menikah dan hidup bahagia selamanya”? Seolah-olah hidup itu berakhir di pelaminan. Padahal, pernikahan itu bukan finish line. Hidup nggak otomatis bahagia setelah itu, dan seharusnya bahagia itu nggak ditentukan oleh kehadiran orang lain.
Kita pantas punya hidup yang kita pilih sendiri. Kita pantas jadi tokoh utama dalam cerita kita sendiri. Selama ini, perempuan terlalu sering dikurung dalam peran yang sama: jadi objek, bukan subjek. Diposisikan hanya untuk memperkuat narasi sang “pahlawan.”
Yang Kita Butuhkan: Ruang, Bukan Penyelamat
Ternyata, yang kita butuhin itu bukan pangeran. Bukan Superman. Tapi ruang. Ruang buat tumbuh. Ruang buat gagal. Ruang buat belajar kenal diri sendiri, tanpa perlu terus ditanyain “mana pasangannya” atau dikasih wejangan “sabar aja, nanti juga ada yang datang.”
Jujur aja, aku juga dulu sering banget kejebak dalam pola pikir kayak gitu. Nunggu seseorang datang dan ngeberesin semuanya. Nunggu dipeluk. Nunggu dipahami. Nunggu ditolongin. Tapi ternyata, hidup nggak jalan kayak gitu. Kadang, yang kita butuhin bukan pelukan orang lain, tapi keberanian buat berdiri sendiri waktu dunia runtuh di depan mata.
Belajar Cukup dari Diri Sendiri
Sekarang, yuk jadi perempuan yang nggak menunggu seseorang buat bikin kita merasa lengkap! Jadi perempuan yang bisa nonton film sendirian dan ketawa lepas. Yang bisa duduk di restoran favorit sendirian tanpa ngerasa aneh, tanpa butuh validasi. Yang bisa setelah kerja seharian dan nyatain ke diri sendiri, “Hari ini kamu keren banget.”
Bukan berarti anti-cinta atau jadi super independen sampe nutup semua akses buat dideketin orang. Nggak. Aku percaya cinta itu indah. Aku percaya bahwa ditemani itu menyenangkan. Tapi bukan dalam konteks “aku nggak bisa hidup tanpa kamu.” Lebih ke “aku bisa hidup tanpa kamu, tapi kalau kamu mau jalan bareng, let’s do it.”
Sisterhood is Real, and It's Powerful
Ada satu sumber kekuatan selain diri kita sendiri yang bisa bikin kita terus melangkah maju: perempuan-perempuan lain yang juga berani. Yang lagi jungkir balik nyelametin dirinya sendiri. Yang tiap hari capek, tapi tetap jalan. Yang kadang nangis, tapi tetap bangun pagi dan berangkat kerja. Yang nggak nunggu diselamatkan, tapi saling jaga satu sama lain.
Sisterhood itu nyata, dan itu lebih kuat dari apa pun. You might be walking alone, tapi kamu nggak sendiri. Kita saling lihat. Kita saling dengar. We got each other.
Bukan Sepatu Kaca. Kita Pilih Sneakers Sendiri
Buat kamu, iya, kamu, yang sekarang lagi ngerasa capek, ngerasa sendiri, ngerasa ditinggalin atau lagi nunggu seseorang yang nggak datang-datang, ini bukan akhir cerita kamu. Ini baru awalnya. Awal di mana kamu belajar nyetir sendiri. Awal kamu belajar lari, bukan buat kabur, tapi buat ngejar hal-hal yang kamu mau.
Kita bukan Disney Princess. Kita bukan Lois Lane. Kita nggak duduk di sudut pesta nunggu sepatu kaca dipasangin, atau nunggu Superman datang menyelamatkan kita. Kita punya sepatu sendiri. Kalau sepatu kacanya nggak cocok? Kita beli sneakers. Terus lari atau jalan juga nggak apa-apa, yang penting terus maju ke arah tujuan kita.
Kalau Ada yang Datang, Oke. Tapi Kamu Tetap yang Pegang Kendali
Kalau someday ada yang datang dan bilang, “Boleh nggak aku jalan bareng kamu?” That’s fine. Tapi jangan sampai hilang kendali. Kamu yang tahu tujuanmu mau ke mana. Karena yang paling tahu soal hidupmu ya cuma kamu.
Dan kalau nggak ada yang datang? Nggak apa-apa. Kamu tetap sampai. Dengan atau tanpa pangeran. Dengan atau tanpa Superman. Karena kamu udah cukup kuat buat jadi pahlawan untuk diri kamu sendiri.
Comments
Post a Comment