White Lies

 

Source: https://id.pinterest.com/pin/35747390777381481/


Manis di Lidah, Pahit di Hati

Ada yang bilang, nggak semua kebohongan itu niatnya jahat. Kadang, kita bohong bukan karena pengin nyakitin, tapi justru karena pengin ngejaga. Ngejaga hati orang, ngejaga suasana, atau bahkan ngejaga relasi.


Tapi, white lies ‘si bohong putih’ ini, meskipun kelihatannya manis dan niatnya mulia, tetap aja judulnya: bohong. Dan setiap kebohongan, sekecil apa pun, selalu punya efek domino. Kadang lambat, tapi pasti.


Ini cerita tentang tiga wajah white lies yang sering kita temui dalam hidup. Bukan teori, tapi pengalaman. Mungkin kamu juga pernah jadi pelaku atau korban.


1. "Santai Kok, Aku Bisa" - White Lie di Dunia Pergaulan

Pernah nggak kamu lagi capek banget, mental udah low bat, tapi tetap bilang, “Santai aja, aku bisa kok”? Padahal dalam hati kamu cuma pengin rebahan, matiin HP, dan istirahat total. Tapi karena takut dibilang drama, takut ngecewain temen, kamu akhirnya memaksakan diri.


White lies kayak gitu sering banget kita lakuin di dunia pertemanan. Kita pura-pura oke bisa ikutan nongkrong bareng biar nggak ngerusak suasana. Kita pasang senyum biar nggak dikira beban. Padahal, dalam diam, kita lelah banget. Fisik, pikiran, hati, semuanya minta jeda.


Sampai satu titik, tubuh dan emosi berhenti kompromi. Kita tiba-tiba meledak, ngilang, atau ghosting semua orang. Lalu muncul label: “Kok dia berubah, ya?” Padahal itu bukan berubah. Itu akumulasi rasa lelah yang nggak pernah diakui.


White lies kayak gini sering dimulai dari niat baik. Tapi kalau jadi kebiasaan, hasilnya bisa jadi toxic. Kita jadi susah bilang “enggak”, susah bilang “capek”, dan akhirnya, susah kenal diri sendiri.

 

2. “Aku Nggak Apa-Apa Kok” - White Lie dalam Relationship

Jujur ya, ini white lie paling sering kita pake. Demi nggak ributin hal kecil, demi menjaga suasana, demi ngasih kesan bahwa kita pasangan yang chill dan nggak drama. Tapi lama-lama, semua “nggak apa-apa” itu numpuk. Jadi kayak bom waktu.


Aku pernah tahu satu hubungan, yang salah satunya selalu ngalah. Selalu bilang oke, selalu nurut, selalu bilang fine. Pasangannya mikir, “Wah, dia pengertian banget.” Padahal, yang ngalah itu lagi diem-diem belajar kecewa.


Sampai akhirnya, dia pergi. Tanpa marah, tanpa nangis, tanpa teriak-teriak. Cuma satu kalimat:
"Aku udah terlalu sering bilang nggak apa-apa, padahal aku nggak baik-baik aja."


Kadang kita takut jujur karena takut dibilang lebay, takut dikira demanding, atau takut ditinggal. Tapi komunikasi yang jujur, walau susah, itu satu-satunya jalan biar hubungan tetap tumbuh.


Menurut Psychology Today, white lies dalam hubungan memang bisa kelihatan "adem", tapi kalau terlalu sering dipakai, bisa bikin pasangan merasa jauh secara emosional. Hubungan berubah dari tempat aman jadi tempat penuh sensor.

Jadi, jangan remehkan kalimat “aku nggak papa kok.” Karena bisa aja itu kalimat paling bohong yang pernah kamu ucapin.

 

3. Citra VS Realita - White Lies Public Figure

Kamu pasti pernah lihat figur publik yang selalu terlihat sempurna. Hidupnya kelihatan bahagia, keluarganya harmonis, kariernya cemerlang. Tapi tiba-tiba skandal. Atau pengakuan mengejutkan. Dan kita semua shock: “Hah? Kok bisa?”


Ini white lie yang kita konsumsi bersama-sama. Kita ikut nyiptain ilusi itu. Kita ingin sosok panutan yang tanpa cela, padahal nggak ada manusia yang kayak gitu. Dan mereka, para public figure itu akhirnya berbohong. Demi ekspektasi. Demi tuntutan citra.


Mereka pura-pura kuat, padahal lagi depresi. Pura-pura happy couple, padahal baru pisah kamar. Pura-pura agamis, padahal lagi krisis iman.

Yang lebih sedih lagi, kebohongan mereka kadang jadi standar palsu yang bikin orang biasa merasa hidupnya gagal. Kita jadi ngerasa kurang karena hidup kita nggak se-sempurna mereka. Padahal, ya mungkin mereka juga nggak sempurna-sempurna amat.


White lies kayak gini dampaknya besar. Bukan cuma bikin kecewa, tapi bisa bikin orang jadi sinis terhadap kebaikan. Karena begitu tahu "kebenaran di balik layar", kita jadi males percaya lagi. Dan itu nyakitin. Banget.

 

Jadi, Perlu Nggak Sih White Lies?

White lies itu kayak gula. Sedikit mungkin nggak apa-apa (kalau aku pribadi apa-apa), tapi kalau terlalu sering, bisa bikin diabetes emosional. Pelan-pelan, kita jadi nggak tahu mana rasa asli dan mana rasa yang dimanisin.


Aku pribadi sih, tim bitter truth. Nggak bisa berdamai sama kebohongan, sekecil apa pun. Karena buatku, kebenaran, meskipun pahit, itu jauh lebih adil daripada ilusi yang manis. Aku lebih pilih patah hati karena kejujuran, daripada dipeluk oleh kebohongan yang nyaman.


Kadang kita bilang white lie karena pengin menjaga. Tapi siapa yang jaga kita ketika kejujuran kita ditahan terus?

Jadi, next time kamu bilang “nggak papa kok”, coba tarik napas, dan tanya pelan-pelan ke diri sendiri:
“Ini beneran nggak papa, atau aku cuma takut jujur?”


Karena mungkin, satu-satunya bentuk cinta paling tulus adalah kejujuran, seberantakan apa pun itu.

Kalau kamu, tim bitter truth atau sweet lies?

 

Comments